Jumat, 08 Februari 2013
23.14
| Diposting oleh
fahmi
|
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertawakal
kepada-Nya.
Allah SWT berfirman kepada rasul-Nya
seraya menyebutkan anugerah yang telah dilimpahkanNya kepada dia, juga kepada
orang-orang mukmin, yaitu Allah telah membuat hatinya lemah lembut kepada
umatnya yang akibatnya mereka menaati perintahnya dan menjauhi larangannya,
Allah juga membuat tutur katanya terasa menyejukkan hati mereka.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. (Ali Imran: 159)
Yakni sikapmu yang lemah lembut terhadap
mereka, tiada lain hal itu dijadikan oleh Allah buatmu sebagai rahmat buat
dirimu dan juga buat mereka.
Qatadah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. (Ali Imran: 159)
Yaitu
berkat rahmat Allah-lah kamu dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka. Huruf
ma merupakan silah; orang-orang Arab biasa menghubungkannya dengan isim
makrifat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
Maka disebabkan mereka melanggar perjanjian itu. (An-Nisa: 155)
Dapat pula dihubungkan dengan isim nakirah,
seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
Demikian pula dalam ayat ini disebutkan melalui
firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. (Ali Imran: 159)
Yakni karena
rahmat dari Allah.Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa begitulah akhlak Nabi Muhammad Saw. yang
diutus oleh Allah, dengan menyandang akhlak ini. Makna ayat ini mirip dengan
makna ayat yang lain, yaitu firman- Nya:
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid
Al-Harrani yang mengatakan bahwa Abu Umamah Al-Bahili pernah memegang
tangannya, lalu bercerita bahwa Rasulullah Saw. pernah memegang tangannya,
kemudian bersabda: Hai Abu Umamah, sesungguhnya termasuk orang-orang mukmin ialah
orang yang dapat melunakkan hatiku. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam
Ahmad sendiri. Kemudian Allah Swt. berfirman:
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali Imran: 159)
Al-fazzu artinya keras, tetapi makna yang dimaksud
ialah keras dan kasar dalam berbicara, karena dalam firman selanjurnya
disebutkan:
lagi berhati kasar. (Ali Imran: 159)
Dengan kata lain, sekiranya kamu kasar dalam berbicara
dan berkeras hati dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan meninggalkan
kamu. Akan tetapi, Allah menghimpun mereka di sekelilingmu dan membuat hatimu
lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu, seperti apa yang
dikatakan oleh Abdullah ibnu Amr
“Sesungguhnya aku telah melihat di dalam
kitab-kitab terdahulu mengenai sifat Rasulullah Saw., bahwa beliau tidak keras,
tidak kasar, dan tidak bersuara gaduh di pasar-pasar, serta tidak pernah membalas
keburukan dengan keburukan lagi, melainkan memaafkan dan merelakan.”
Abu Ismail Muhammad ibnu Ismail At-Turmuii
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Ubaid, telah menceritakan
kepada kami Ammar ibnu Abdur Rahman, dari Al-Mas'udi, dari Abu Mulaikah, dari
Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda
“Sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepadaku agar bersikap lemah lembut terhadap manusia
sebagaimana Dia memerintahkan kepadaku untuk mengerjakan hal-hal yang fardu.”
Hadis ini berpredikat
garib. Dalam firman selanjurnya disebutkan:
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran: 159)
Karena
itulah Rasulullah Saw. selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi
suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi pendorong bagi mereka
untuk melaksanakannya. Seperti musyawarah yang beliau lakukan dengan mereka
mengenai Perang Badar, sehubungan dengan hal mencegat iring-iringan kafilah
kaum musyrik. Maka mereka mengatakan:
“wahai Rasulullah, seandainya engkau membawa kami ke lautan, niscaya kami tempuh laut itu bersamamu dan seandainya engkau membawa kami berjalan ke Barkil Gimad (ujung dunia), niscaya kami mau berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa, ‘Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya tetap duduk di sini,’ melainkan kami katakan, ‘Pergilah dan kami selalu bersamamu, di hadapanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu dalam keadaan siap bertempur.”
“wahai Rasulullah, seandainya engkau membawa kami ke lautan, niscaya kami tempuh laut itu bersamamu dan seandainya engkau membawa kami berjalan ke Barkil Gimad (ujung dunia), niscaya kami mau berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa, ‘Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya tetap duduk di sini,’ melainkan kami katakan, ‘Pergilah dan kami selalu bersamamu, di hadapanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu dalam keadaan siap bertempur.”
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah
ketika hendak menentukan posisi beliau saat itu, pada akhirnya Al-Munzir ibnu
Amr mengisyaratkan (mengusulkan) agar Nabi Saw. berada di hadapan kaum (pasukan
kaum muslim).
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah
sebelum Perang Uhud, apakah beliau tetap berada di Madinah atau keluar
menyambut kedatangan musuh. Maka sebagian besar dari mereka mengusulkan agar
semuanya berangkat menghadapi mereka. Lalu Nabi Saw. berangkat bersama
pasukannya menuju ke arah musuh-musuhnya berada.
Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah dalam
Perang Khandaq, apakah berdamai dengan golongan yang bersekutu dengan memberikan
sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah pada tahun itu. Usul itu ditolak oleh
dua orang Sa'd, yaitu Sa'd ibnu Mu'az dan Sa'd ibnu Ubadah. Akhirnya Nabi Saw. menuruti
pendapat mereka. Nabi Saw. mengajak mereka bermusyawarah pula dalam Perjanjian Hudaibiyah,
apakah sebaiknya beliau bersama kaum muslim menyerang orang-orang musyrik. Maka
Abu Bakar As-Siddiq berkata,
"Sesungguhnya
kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang untuk melakukan ibadah
umrah."
Kemudian
Nabi Saw. Memperkenankan pendapat Abu Bakar itu.
Dalam peristiwa hadisul ifki (berita bohong),
Nabi Saw. bersabda:
Hai kaum muslim, kemukakanlah pendapat
kalian kepadaku tentang suatu kaum yang telah mencemarkan keluargaku dan
menuduh mereka berbuat tidak senonoh. Demi Allah, aku belum pernah melihat
suatu keburukan pun pada diri keluargaku, lalu dengan siapakah mereka berbuat
tidak senonoh. Demi Allah, tiada yang aku ketahui kecuali hanya kebaikan belaka.
Lalu
beliau meminta pendapat kepada sahabat Ali dan sahabat Usamah tentang
menceraikan Siti Aisyah r.a.
Nabi Saw. Bermusyawarah pula dengan mereka
dalam semua peperangannya, juga dalam masalah-masalah lainnya.
Para ahli fiqih berbeda pendapat mengenai
masalah, apakah musyawarah bagi Nabi Saw. merupakan hal yang wajib ataukah
hanya dianjurkan (disunatkan) saja untuk mengenakkan hati mereka (para sahabatnya)?
Sebagai jawabannya ada dua pendapat.
Imam
Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami
Abu Ja'far Muhammad ibnu Muhammad Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Ayyub Al-Allaf di Mesir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu
Dinar, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran: 159)
Yang dimaksud dengan mereka ialah sahabat Abu
Bakar dan sahabat Umar r.a kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan
syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Kalbi,
dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Keduanya adalah penolong Rasulullah Saw.
dan sebagai wazir (patih)nya serta sekaligus sebagai kedua orang tua kaum
muslim.
Imam
Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan
kepada kami Abdul Hamid, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Abu Bakar dan Umar:
Seandainya kamu berdua berkumpul dalam suatu
musyawarah, aku tidak akan berbeda denganmu.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui sahabat
Ali ibnu Abu Talib yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya
mengenai azam (tekad bulat).
Maka'beliau bersabda:
Maka'beliau bersabda:
Meminta
pendapat dari ahlur ra-yi, kemudian mengikuti pendapat mereka.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair,
dari Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Penasihat adalah orang yang dipercaya.
Imam
Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui hadis Abdul Malik dengan
konteks yang lebih panjang daripada hadis di atas, dan dinilai hasan oleh Imam
Nasai. Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu
Syaibah, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, dari Syarik, dari
Al-A'masy, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. Pernah bersabda:
Penasihat
adalah orang yang dipercaya.
Imam
Ibnu Majah menyendiri dalam periwayatan hadis ini dengan sanad tersebut. Ia
mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah dan Ali ibnu Hasyim, dari Ibnu
Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
Telah bersabda:
Apabila
seseorang di antara kalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah
saudaranya itu memberikan nasihat (saran) kepadanya.
Hadis ini pun hanya diriwayatkan oleh Ibnu
Majah sendiri. Firman Allah Swt.:
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. (Ali Imran: 159)
Yakni apabila engkau bermusyawarah dengan
mereka dalam urusan itu,
dan kamu telah membulatkan tekadmu, hendaklah
kamu bertawakal kepada Allah dalam urusan itu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Ali Imran: 159)
Sumber : Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Sumber : Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Pesan yang berbau SARA, Pornografi, ancaman atau pesan-pesan negatif lainnya akan kami hapus dari postingan ini.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak, jangan menjadi Spammer